IMM Dalam Pelukan Aparat : Apa yang Sebenarnya Terjadi?

 

Pada hari Jumat, 14 Maret 2025, Ketua Umum Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Semarang menghadiri acara buka bersama dan silaturahmi dengan Polrestabes Semarang. Informasi ini sebelumnya disampaikan melalui unggahan di akun Instagram @polrestabessemarang_official, meskipun kini telah dihapus.

Bagi sebagian orang, pertemuan tersebut dianggap sebagai bentuk komunikasi dan upaya menjaga hubungan baik. Namun, bagi yang lain, hal ini justru menimbulkan pertanyaan besar mengenai independensi gerakan mahasiswa.

IMM telah lama dikenal sebagai gerakan intelektual yang kritis, berlandaskan nilai-nilai Islam serta keberpihakan kepada rakyat. Namun, ketika seorang pemimpin mahasiswa duduk bersama aparat yang dalam berbagai kasus kerap menjadi instrumen represi terhadap gerakan mahasiswa, muncul pertanyaan: apakah hal ini masih berada dalam koridor perjuangan, atau justru menjadi awal dari melemahnya gerakan mahasiswa di hadapan kekuasaan?

Kita perlu bertanya dengan jujur: apa urgensi menghadiri acara semacam ini? Apakah kehadiran tersebut merupakan bagian dari perjuangan, atau justru menunjukkan bahwa mahasiswa mulai merasa nyaman berada dalam lingkaran kekuasaan? Jika pertemuan ini memang memiliki tujuan strategis, di mana suara kritis itu disampaikan? Ataukah pertemuan ini justru menjadi ajang pelemahan gerakan mahasiswa, di mana kehadiran mereka hanya dimanfaatkan sebagai legitimasi bahwa mahasiswa telah ‘dirangkul’ oleh kekuasaan?

IMM bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa. IMM memiliki sejarah panjang dalam mengawal moralitas bangsa dan menjadi pilar perjuangan rakyat. Namun, jika gerakan ini mulai kehilangan daya kritisnya serta mulai duduk sejajar dengan mereka yang seharusnya diawasi, maka kita harus bertanya: masih adakah independensi itu? Atau apakah independensi tersebut perlahan mulai ditinggalkan demi kenyamanan dan akses ke lingkaran kekuasaan?

Mahasiswa bukan alat legitimasi kekuasaan. IMM bukan organisasi yang lahir untuk bersanding dengan mereka yang berpotensi menindas. Jika independensi benar-benar masih dijunjung tinggi, maka setiap langkah pemimpinnya harus dapat dipertanggungjawabkan, bukan malah menimbulkan keraguan terhadap keberpihakan kita sebagai mahasiswa yang berkemajuan.

Oleh karena itu, Komisariat Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Semarang menuntut Ketua Umum Cabang IMM Semarang untuk memberikan klarifikasi yang tegas dan terbuka kepada seluruh kader dan mahasiswa. Apa alasan di balik kehadiran dalam acara ini? Apakah ada agenda perjuangan yang dibawa? Jika iya, di mana bukti nyata dari perjuangan tersebut? Jika tidak, maka kita berhak bertanya—ke mana poros gerakan yang selama ini terus digaungkan?